Orkes Tongtong sebagai Kebudayaan Madura - Belajar dan Berbagi

Recent Tube

ads
Responsive Ads Here

Post Top Ad

Your Ad Spot

Senin, 06 Juni 2011

Orkes Tongtong sebagai Kebudayaan Madura

A.Pengertian Tongtong
          Tongtong, istilah yang berasal dari tiruan bunyi. Itu digunakan untuk nyebut satu kelompok musik,yaitu sejenis kentongan, sekaligus untuk nyebut orkes yamg terdiri dari sejumlah tongtong. Dalam bahasa madura yamg lazim, istilah itu biasanya menyiratkan makna lain yang tidak selalu dieksplisitkan, yaitu perreng, atau bambu (bambusa). Jadi, kecuali ada keterangan lain, tongtong adalah kentongan yang dibuat dari batang bambu. Tongtong seperti biasanya disebut jaga dengan tongtong perreng.

B. Eksistensi Tongtong Sebagai Kebudayaan Madura
            Orkes tongtong paling umum dibentuk pada bulan Ramadhan ketika sejumlah penabuh biasa berlalu-lalang disekeliling desa sepanjang malam.Alat-alat musik mereka sangat beragam jenis dan ukurannya tergantung pada dana yang tersedia,keterampilan dan tingkahnya. Masing-masing kelompok dapat menambahkan berbagai alat musik lain disamping kentongan yang merupakan instrument dasar dari orkes: gendang kembang (gendhang), simbal kecil (kencer, kerca, atau korca), sejenis pekeng atau metalofon kecil berpelat tiga, bertipe do-fa-sol, juga berbagai sempritan. Kadang kala ditambahkan paad alt musik pukul yang dibuat menjelamg acara keliling diatas, misanya ayng dibuat dari tmpayan tembikar (kelmo’), ditutup ban dalam truk yang direntangkan dan diikat dengan tali nilon (teknik renovasi serupa digunakan pula untuk gendhang lama tanpa ulit), juga juriken atau ember plastik kosong. Alat perkusi terbesar digendong dengan bantuan sarung (sarong) yang diselempangkan dipundak, atau dengan tali pengikat salut gendhang yang diikat dileher atau dipundak.
               Dengan melihat urutan aneka instrument itu, dapat dimengerti betapa sulit menegaskan apa yang menjadi dasar penyusunan “klasik” dari sebuah orkes sebagai acuan atau benuk asalnya.Orkes tongtong dimainkan menjelang subuh, antara pukul 02.00 dan 03.00, supaya dapat membangunkan orang yang berpuasa dan mengingatkan mereka agar sebelum matahari terbit (saor). Akan tetapi, anak muda cenderung bermain pada awal atau tengah malam agar sempat bermain lebih lama dan lebih baik.
                Musik orkes tongtong selalu dimainkan berdasarkan improvisasi dan formula ritmis yang cukup pendek, diulang-ulang oleh satu atau beberapa alat sekaligus. Alat perkusi yang lebih rendah bunyinya (gendhang dan tempayan) menyusun irama jalin-menjalin yang merupakan struktur kesluruhan permainan.
              Tontong sendiri mengisi sinkope yang disediakan oleh perkusi rendah. Tempo cepat atau lambat sesuai dengan energi pada saat itu, dipercepat disana-sini. Intervensi musik (istilah komposisi musik tidak layak digunakan karena ada repertoar tertentu) dimulai dengan rumus pebukaan dimainkan dengan gendhang dengan cara yang selalu sama.Semua instrument lain segera membentuk puzzle irama yang gencar, kemudian biasanya berpegang pada formula ritmis yang sama. Disepanjang permainan, alat-alat tetap pada posisinya di dalam susunan dari yang ditentukan oleh perkusi bernada rendah.
         Kemudian simbal-simbal kecil dipukul pad setiapketukan dan setengah ketukan, meskipn sesekali pukulannya secara mendadak dijadikan triol titinada berbendera satu (untuk “memajukan” musiknya) atau dijadikan susunan “satu titinada bendera satru-dua titinada berbendera dua-satu titinada berbendera satu” (untuk menggerakkan musiknya). Bersama tongtong perreng dari akar bambu yang amat keras suaranya itu, simbal-simbal kecil itu mengisyaratkan formula penutup yang merupakan turunan dari formula pembukaan dan memberikan tanda pada semua alat untuk berhenti bermain.
        Ada beberapa jenis alat musik orkes tongtong, antara lain sbagai berikut:
a.Gendhang                               d.Kerca
b.Tongtong perreng                   e.Kencer  
c.Tempayan                                f.Korca
        


 Ada beberapa rombongan kelompok yang memainkan orkes tongtong ini,antara lain seperti dibawah ini:
1). Rombongan Gedang-Gedang, yang terdiri dari tiga belas penabuh: tujuh gendhang (tiga diantaranya dibuat dari kulit kambing atau sapi dan empat dengan ban dalam), tiga tongtong perreng dan tiga tempayan.
2). Rombongan Juruan Daya, yang terdiri dari dua puluh pemain: tujuh gendhang, dua tongtong perreng, tujuh tempayan, dua kerca,dua kennong(gong berbentuk periuk,yang hanya berbunyi satu titinada.

C. Evolusi Tongtong
        Tongtong tak syak lagi adalah suatu instrument yang snagat kuno. “Kunst” berpendapat bahwa sebagian besar alat musik bambu berasal dari jaman pra-Hindu. Kemudian jauh dia memberikan contoh instrument yang disebutkan di dalam karya sastra zaman hindu.Pada instrument yang dikenal melalui sejarah periode awa tengah, penggalian atau candi-candi dari jawa timur, harus ditambahkan sejumlah instrument yang dikenal dari sumber sastra, yang tak diragukan lebih tua beberapa abad dan dapat dipastikan berasal berasal dari zaman pra-Hindu. Misalnya kentongan bambu bercelah yang dinamai kulkul (Sudamala), titir (Smaradahana)dan kukulan di (Bharata Yuddha).
          Berdasarkan data lama yang dilengkapi dengan data lapangan yang baru, penulis disini memberanikan diri untuk menawarkan interpretasi evolusi historisnya sebagai berikut:
Tontong awal adalah alat kendang penanda bahaya bagi sesuatu masyarakat tertentu. Alat tunggal, digantung di suatu tempat di desa  dan tidak dipinda-pindahkan, tontong itu mungkin agaknya jauh lebih besar daripada tongtong yang kita kenal sekarang, dan terbuat dari bahan yang lebih berat,seperti kayu ayau logam. Di Jawa dan kadana-kadang di Madura, pos keamanan kecil yang tersebar di pedesaan masih menggunakan tongtong gantung sebagai alat penanda bahaya yang pukulannya mengikuti kode yang berbeda-beda menurut bahaya yang ditawarkan.
Tongtong itu hanya berfungsi sebagai alat penanda bahaya dan tidak pernah digabungkan dengan tongtong lain untuk menyusun ritme musik. Tongtong didalam hal ini tetap mempertahankan fungsinya sebagai kendang penanda bahaya, karena saat itu dianggap berbahaya untuk makhluk hidup karena mungkin berarti kesengsaraan. Kunst mencatat bahwa asal usul istilah tongtong, yang tidak digunakan lagi di jawa tetapi tetap ada di Madura, paling sedikit harus dicari sekurang kurangnya pada zaman hindu.
Tambur bercelah atau blok penanda bahaya lebih kuno serta lebih banyak jenisnya karena lebih murah daripada instrument yang terbuat dari logam.Jika dari kayu, instrumen itu disebut kentongan dan jika dari bambu disebut tetekan. Istilah yang lazim digunakan didalam bahasa Belanda yaitu Tongtong tapi kini agaknya jarang digunakan oleh orang jawa sendiri, meskipun lazim dipakai pada zaman hindu jawa untuk kentongan (dari perunggu).
Banyak orang Madura yang masih pakai istilah musik patrol atau patrol kaleleng (patroli keliling) ataupun ronda untuk orkes keliling yang aktif pada malam malam sewaktu bulan ramadhan. Setelah patrol tidak ada lagi, orkes itu telah mendapat fungsi baru, yaitu untuk membangunkan orang yang berpuasa. Akhirnya kini, setelah diambil alih oleh para pemuda dan dijadikan lambang bunyi geng yang saling besaing, orkes ini cenderung menjadi hiburan, pelepas lelah dan dimainkan pada jam-jam yang kurang sesuai dengan kewajiban bulan Ramadhan yaitu pada waktu orang yang berpuasa tidur dan tidak lagi berfungsi untuk membangunkan mereka menjelang saor.
Akhirnya, di luar bulan Ramadhan orkes tongtong juga adakalanya digunakan untuk perayaan resmi tertentu (misalnya pada hari ulang tahun Golkar atau oleh gerakan seperti pramuka). Di golongkan sebagai contoh “Kesenian daerah” atau “Kesenian tradisional”, orkes itu dapat mengiringi kegiatan yang padat dengan pidato, atau berfungsi sebagai musik untuk anak-anak, sesuai dengan dinamisme ritmenya yamg relatif mudah dibentuk.[1]



BAB  I
PENDAHULUAN

A. Latarbelakang Masalah
Musik tradisional merupakan suatu keseniaan kedaerahan yang sudah menjadi bentuk suatu kebudayaan dari masyarakat, khususnya masayarakat madura yang akan dibahas dalam kajian ini. Yaitu musik tradisional Tongtong.Tongtong yang kerap kali digunakan oleh masyarakat Madura dalam berbagai kegiatan,misalnya digunakan untuk embangunkan orang tidur menjelang sahur pada bulan Ramadhan.
Tongtong yang sejak dulu hanya merupakan satu kesatuan dari tongtong yang terbuat dari bambu(perreng)saja, akan beralih fungsi menjadi suatu orkes musik tradisional dengan berbagai instrument yang digunakan dan menghasilkan   bunyi yang kompak dan bernada.Dengan adanya penggabungan dari berbagai instrument yanbg digunakan dalam orkes musik tongtong itu dapat menjadikan sebuah bentuk keseniaan musik tradisional yang bernada.
Oleh karena itu,kesenian musik tradisional tontong itu harus dilestarikan dan dikembangkan.Bagaimana caranya? Maka dari itu disini kami sebagai penulis ingin menyajiikan bagaimana perkembangan serta evoulsi dari musik tradisional tongtong itu sendiri.sehingga dapat menjadi sebuah kerangka berfikir khususnya bagi masyrakat Madura dan masyarakat indonesia pada umumnya untuk mengembangkan dan melestarikan musik tradisional tongtong itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
    1. Apa pengertian dari Tongtong?
    2. Bagaimana eksistensi Tongtong di Madura?
    3. Bagaimana bentuk evolusi dari Tongtong?




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dari beberapa keterangan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Tongtong adalah sejenis alat musik kentongan yang sekaligus untuk menyebut orkes musik tradisional yang terdiri dari sejumlah instrumen. Tongtong selain digunakan untuk membangunkan orang tidur menjelang sahur Tongtong ini juga populer untuk digunakan dalam berbagai kesenian musik tradisional khususnya di madura.
            Eksistensi dari tongtong ini banyak mengalami pergeseran budaya yaitu dari tongtong bambu (perreng) beralih fungsi menjadi instrumen yamg sangat menarik dan mempunyai nada yang seirama dengan kombinasi instrumen seperti Kerca,kencer,gendhang dan lain sebagainya. Dengan adanya perubahan seperti itu tongtong berevolusi sesuai dengan perkembangan zaman.
            Ada banyak instrumen yang ada dalam musik tradisional tongtong yang dapat menghibur semua orang khususnya masyarakat madura yang kebanyakan sangat menyukai orkes tongtong ini. Orkes tongtong paling umumnya dibentuk pada bulan Ramadhan ketika sejumlah penabuh berlalu-lalang di sekeliling desa sepanjang malam. Dengan adanya orkes tomgtong ini masyarakat madura harus melestarikannya agar dikemudian hari tidak sampai punah.


[1] Helene Bouvier, Lebur  Musik Instrumen dan Orkes, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2002), hlm,42-48